Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi
Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat
kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang diterima oleh berbagai lembaga
masyarakat maupun institusi pemerintah yang tersebar di hampir semua Provinsi
di Indonesia, serta pengaduan langsung yang diterima oleh Komnas Perempuan
melalui Unit Pengaduan Rujukan (UPR) maupun melalui email resmi Komnas
Perempuan, dalam kurun waktu satu tahun ke belakang. Berdasarkan data-data yang
terkumpul tersebut jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol sama
seperti tahun sebelumnya adalah KDRT/RP (ranah personal) yang mencapai angka
75% (11.105 kasus). Ranah pribadi paling banyak dilaporkan dan tidak sedikit
diantaranya mengalami kekerasan seksual. Posisi kedua KtP di ranah komunitas/publik
dengan persentase 24% (3.602) dan terakhir adalah KtP di ranah negara dengan persentase
0.1% (12 kasus). Pada ranah KDRT/RP kekerasan yang paling menonjol adalah kekerasan
fisik 4.783 kasus (43%), menempati peringkat pertama disusul kekerasan seksual
sebanyak 2.807 kasus (25%), psikis 2.056 (19%) dan ekonomi 1.459 kasus (13%).
Pengumpulan data catatan tahunan
(disingkat CATAHU) Komnas Perempuan berdasarkan pemetaan laporan kasus-kasus
kekerasan terhadap perempuan yang diterima dan ditangani oleh berbagai lembaga
masyarakat maupun institusi pemerintah yang tersebar di hampir semua Provinsi
di Indonesia, serta pengaduan langsung yang diterima oleh Komnas Perempuan
melalui Unit Pengaduan Rujukan (UPR) maupun melalui email resmi Komnas
Perempuan(silahkan lihat daftar lembaga yang berpartisipasi dalam memberikan
data kepada Komnas Perempuan).
Lembaga-Lembaga yang
berkontribusi data untuk CATAHU
- Badan Peradilan Agama (Pengadilan Agama)
- Komnas Perempuan pada akhir tahun 2017 berhasil menjalin kerjasama dengan BADILAG (Badan Peradilan Agama) untuk penyediaan data perceraian yang telah diolah berdasarkan kategori penyebab perceraian. Diantaranya ditemukan perceraian disebabkan oleh kasus KDRT, kekerasan berbasis fisik, psikis, ekonomi, poligami, perselingkuhan, dan lain sebagainya. Laporan tersebut berdasarkan UU Perkawinan.
Sementara itu
lembaga-lembaga dibawah pemerintah yang memberikan data berdasarkan kuesioner
yang dikirimkan Komnas Perempuan adalah:
- Kepolisian: Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA)
- Rumah Sakit (RS)
- P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak)
- DP3AKB (Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana) PN (Pengadilan Negeri)
Organisasi Masyarakat
Sipil (OMS)/Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan
WCC (Women Crisis
Center)
Komnas Perempuan mellihat tentang
pentingnya inisiatif organisasi masyarakat sipil di berbagai Provinsi di
Indonesia dalam membuka layanan pengaduan, penanganan dan pemulihan korban kekerasan terhadap perempuan. Demikian pula Women
Crisis Center (WCC) yang dibangun
khusus untuk pelayanan korban. Kehadiran dan partisipasi merek sangat membantu
Komnas Perempuan menemukan berapa laporan korban serta bentuk- bentuk kekerasan yang dialami korban.
Komnas Perempuan bahkan dapat menemukan data kategori pelaku kekerasan.
Pada tahun 2008-2019 dalam kurun
waktu 12 tahun, kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792% (hampir
800%) artinya kekerasan terhadap perempuan di Indonesia selama 12 tahun meningkat hampir 8 kali lipat. Arti lainnya
adalah bila setiap tahun kecenderungan kekerasan terhadap perempuan konsisten mengalami
peningkatan, menunjukkan tiadanya perlindungan dan keamanan terhadap perempuan,
bahkan telah terjadi pembiaran. Fenomena ini dapat dikatakan kekerasan terhadap
perempuan menjadi budaya yang menguat di kalangan masyarakat kita.
PENGADUAN LANGSUNG KE
KOMNAS PEREMPUAN
Setiap tahun CATAHU selalu mencatat
data pengaduan langsung ke Komnas Perempuan terpisah dengan data yang
dikumpulkan dari lembaga layanan untuk menghindari terjadinya doublecounting. Mengingat
pengaduan yang masuk dapat saja berasal dari korban/ pendamping korban yang
adalah lembaga layanan atau setiap pengaduan yang masuk dapat dirujuk ke
lembagalayanan sesuai dengan kebutuhan korban. Beberapa alasan korban untuk
mengadu langsung ke Komnas Perempuan diantaranya membutuhkan bantuan, dukungan,
perlindungan, kasus menemui hambatan dalam artian telah melapor ke institusi
terkait namun tidak ada respon atau penanganan lebih lanjut, lembaga layanan
yang sulit diakses dan tidak berjalan secara maksimal, dan lainnya.
Komentar
Posting Komentar